Prinsip kelima: Tanzhim Hizb

Setelah itu bagaimanakah cara Hasan Al-Banna mengikat tali kendali dakwah dan golongan ini? Dia membentuk prinsip lainnya, yaitu organisasi kepartaian (tanzhim hizb).

Ia membentuk kepemimpinan umum dengan sistem kepemimpinan 'ala mursyid' dan dinamakan 'Maktab Al-Irsyad' (kantor bimbingan). Dia sendiri adalah pimpinan puncak.

Bagi tiap-tiap maktab terdapat anggota-anggota, kepala keluarga, dan wakil- wakilnya yang menyebarkan prinsip ini ke keluarga-keluarga mereka. Bila terjadi kasus tertentu dalam satu keluarga maka masalah itu harus disampaikan kepada kepala keluarga. Kepala keluarga menyampaikannya kepada wakil. Wakil-wakil menyampaikannya kepada kantor bimbingan umum yang bermarkas di Mesir dan akhirnya sampai ke Hasan Al-Banna.

Dengan demikian mereka menempuh organisasi negara dalam prinsip-prinsip yang telah dibentuk Al-Banna dan tidak ditemukan pada zaman salaf.

Pada zaman salaf ada pemimpin-pemimpin yang baik dan jelek. Kemudian ulama salaf menerangkan sunnah bagaimana bermuamalah dengan pemimpin. Mereka menyebarkan ilmu agama di masjid-masjid. Itulah jalan salaf. Adapun Ikhwanul Muslimin menempuh jalan bid'ah yang telah dicipta oleh Hasan Al-Banna yaitu jalan batiniyah. Bagi mereka yang membaca kitab-kitab batiniyah niscaya akan menemukan mereka punya wakil-wakil yang diberi nama nuqaba' (naqib-naqib) seperti penamaan organisasinya.

Sebelum dinasti Umawiyah jatuh, dai-dai dinasti Abbasiyah mempraktekkan metode ini. Mereka punya wakil-wakil yang tersebar dalam jabatan-jabatan daulah (negara) Umawiyah. Wakil-wakil itu punya tanggung jawab dan harus melaporkan kepada pucuk pimpinan tertinggi.

Oleh karena itulah Sururiyah banyak membicarakan jatuhnya dinasti Umawiyah dan membahas tentang metode dinasti Abbasiyah yang berhasil menggulingkan dinasti Umawiyah.

Hasan Al-Banna menciptakan prinsip ini, bagaimana ia mengikat pengikutnya dengan tanzhim tersebut. Tanzhim ini tidak melihat alim atau tidaknya sosok orang yang akan dicalonkan menjadi pemimpin.

Al-Hadhami, pengganti Hasan Al-Banna, adalah seorang yang mencukur jenggot, bekerja pada konsultan hakim pemerintahan Mesir, orang yang tidak mempunyai pengetahuan agama yang mendalam. Tetapi dia dijadikan pemimpin sepeninggal Al Banna.

Anggota-anggota Ikhwanul Muslimin terkejut atas wafatnya Hasan Al-Banna karena yang menggantikannya adalah Al-Hadhami, seorang yang suka memakai jas setengah lengan baju, mencukur jenggot, dan bekerja sebagai konsultan. Kini ia menjadi ketua umum Ikhwanul Muslimin. Mengapa? Karena pengangkatannya tidak ada hubungannya sama sekali dengan agama, tetapi berhubungan dengan kepemimpinan 'negara'.

Bagi yang mau melihat gambaran Ikhwanul Muslimin dalam menjalankan tanzhim khususnya, bisa menelaah buku karya Mahmud Ash Shabagh dan Shalah Syadi. Kita akan menemukan sebagian besar mereka memotong jenggot dan menggelari Hasan Al-Banna dengan gelar syahid dan pahlawan. Mereka tidak mementingkan agama, mendengarkan musik, dan tujuan utama mereka adalah membentuk negara bukan membenahi akidah yang lurus. Islam hanyalah sekedar lipstik agar manusia tertarik kepadanya.

Hasan Al-Banna telah membuat tanzhim dan komando-komando. Seperti yang ia sebutkan dalam kitabnya 'Al-Mudzakkarat', bahwa bagi anggota yang tidak taat akan dikenai hukuman. Sampai-sampai mereka, para anggota, harus minta izin jika ingin haji atau nikah. Kesalahan yang dilakukan oleh anggota harus dibayar dengan tebusan dan kasus-kasus aneh lainnya.

Hasan Al-Banna telah mengaplikasikan prinsip pemisahan. Ia memisah orang yang tidak taat kendati ia telah mengabdi dua puluh atau tiga puluh tahun kepada jamaah, namun tetap hak-haknya tidak diperhatikan.

Teman seperjuangannya yang sama-sama mempelopori pendirian Ikhwanul Muslimin berbeda pendapat dengan Al-Banna. Maka orang ini pun ia kucilkan hingga akhirnya timbul polemik berkepanjangan di antara keduanya dan berkas-berkasnya masih terpelihara sampai sekarang. Al-Hadhami juga pernah mengucilkan Al-Baquri ketika ia absen dari pergerakan dan menyetujui ditahannya Menteri Sosial dan Wakaf Mesir pada zaman pemerintahan jamal Abdul Nasher. Al-Hadhami berkata kepada Al Baquri, 'Kamu terbuang dan diasingkan, kamu harus minta maaf.' Kemudian ia minta maaf. Jadi Ikhwanul Muslimin persis dengan negara, bukan dakwah.


(Ditulis oleh Syaikh Ayyid asy Syamari, pengajar di Makkah al Mukaramah, dalam rangka menjawab pertanyaan sebagian jama’ah Ahlusunnah wal Jama’ah asal Belanda tentang perbedaan Ikhwanul Muslimin, Quthbiyyah, Sururiyah dan Yayasan Ihya ut Turats. Penerbit Maktabah As-Sahab 2003. Judul asli Turkah Hasan Al Banna wa Ahammul Waritsin. Penerjemah Ustadz Ahmad Hamdani Ibnul Muslim.)

0 komentar:

Posting Komentar