Manhaj Dakwah Yang Melenceng Dari Syari'ah Sebelumnya

Kerusakan manhaj dakwah mereka diawali oleh propaganda "Tauhidu As Sufuf" (menyatukan barisan) kaum muslimin yang mereka dengung-dengungkan. Dimana propaganda itu berkonotasi mengabaikan adanya berbagai penyimpangan aqidah yang membaluti tubuh umat Islam. Menurut mereka, cukup kita meneriakan : Wa Islamah (wahai Islam), maka kita pun bersatu.


Hasan Al Banna pernah berkata : "Dakwah Ikhwanul Muslimin tidaklah ditujukan untuk melawan satu aqidah, agama, ataupun golongan, karena faktor pendorong perasaan jiwa para pengemban dakwah jama'ah ini adalah berkeyakinan fundamental bahwa semua agama samawi berhadapan dengan musuh yang sama, yaitu atheisme (Lihat Qofilah Al Ikhwan As Siisi 1/211).

Utsman Abdus Salam Nuh mengomentari ucapan itu dalam bukunya At Thariq ila Jama'ati Al Umm halaman 173 : "Bagaimana bisa disebut dakwah Islamiah, kalau tidak sudi memerangi aqidah-aqidah yang menyimpang, sedangkan Islam sendiri diturunkan untuk memberantas berbagai penyimpangan keyakinan dan membersihkan hati manusia dari keyakinan-keyakinan itu. Inti pemahaman inilah yang akhirnya melahirkan gerakan yang disebut Pan Islamisme, yang menyatukan umat Islam dengan berbagai keyakinannya dibawah satu panji. Ikhwanul Muslimin juga banyak mempergunakan berbagai sarana yang tidak sesuai dengan syari'at untuk mengembangkan dakwahnya. Diantaranya, mengadakan pertunjukan sandiwara. Dalam hal ini, Syaikh Muqbil rahimahullah memberikan tanggapan : "Sesungguhnya pertunjukan sandiwara itu, kalaupun tidak dikatakan dusta, amatlah dekat dengan kedustaan. Kita meyakini keharamannya, selain itu juga bukan merupakan sarana dakwah yang dipergunakan ulama kita terdahulu.”


Imam Ahmad meriwayatkan satu hadits dari Ibnu Mas'ud , bahwasanya Rosulullah bersabda :
"Manusia yang paling keras disiksa di hari kiamat nanti ada tiga : Orang yang membunuh seorang Nabi atau dibunuh olehnya, seorang pemimpin yang sesat dan menyesatkan, dan pemain lakon (mumatsil)."

Beliau melanjutkan : "Yang dimaksud mumatsil disitu adalah pelukis atau orang yang melakonkan perbuatannya di hadapan orang lain. Sebagaimana ditegaskan dalam kamus". (Lihat Al Makhroj Minal Fitan halaman 90).
Para ulama juga lebih mengharamkan (sandiwara), tatkala sering terjadi dalam sandiwara seseorang harus memerankan diri sebagai orang kafir, bahkan penyembah berhala yang mempraktekkan ibadahnya di hadapan patung. Dan banyak lagi yang lainnya. Mendahulukan Urusan Politik Daripada Syari'at Meski secara lahir, jama'ah Ikhwanul Muslimin selalu menggembar-gemborkan harus tegaknya kekuasaan Islam, namun secara mengenaskan mereka hanya menjadikan itu sebagai slogan umum yang aplikasinya meninggalkan dakwah tauhid dan menjejali orang awam hanya dengan propaganda politik mereka. Contohnya, ketika mereka mengakui bahwa syarat pemmpin Islam yang ideal adalah ilmu dan taqwa, mereka justru mengangkat Mujadidi sebagai pemimpin Afghanistan, hanya demi menyenangkan banyak pihak termasuk dunia barat. Hal itu diungkapkan oleh Abdullah Al Azhom dalam majalah Al Jihad nomor 52 Maret 1989 : "Mujadidi adalah profil pemimpin ideal menurut dunia Internasional khususnya barat. Hal itu akan memuluskan jalan Afghanistan untuk menjadi negara yang diakui di dunia secara formal ... ." (At Thariq 214). Juga akan kita dapati, bahwa para pengikut gerakan Ikhwanul Muslimin lebih banyak berbicara dan mengulas tentang politik daripada aqidah, dalam majalah, buku-buku, bahkan di podium-podium, sampai-sampai dikala menyampaikan khotbah jum'at."

0 komentar:

Posting Komentar